Srawung Budaya adalah kegiatan yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sleman untuk memperluas wawasan peserta didik tentang khasanah budaya dan penguatan nilai-nilai budaya. Kegiatan Srawung Budaya dilaksanakan selama 2 hari, yaitu hari Kamis dan Sabtu tanggal 23 dan 25 Juni 2022 pada pukul 08.00 sampai dengan 13.00 WIB di Sasana Pradiptatama SMA Negeri 1 Sleman.
Kegiatan Srawung Budaya yang bertema “Dengan Budaya Kita Kembangkan Olah Pikir, Olah Rasa, dan Olah Karsa diikuti oleh 140 peserta didik (setiap kelas diwakili oleh 10 orang). Kepala Balai Dikmen, Bapak Tukiman, S.Pd., M.T. hadir untuk membuka dan menyampaikan sambutan.
Hari pertama pada tanggal 23 Juni 2022, kegiatan Srawung Budaya menghadirkan narasumber yang luar biasa, yaitu Prof. Dr. Drs. Suwardi Endraswara, M.Hum., Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta dan Ki Demang Wangsafyudin, S.H., Abdi Dalem Reh Keprajan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Ki Demang Wangsafyudin, S.H., dengan materi Implementasi Nilai-Nilai Luhur Yogyakarta dalam Kehidupan Bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menyampaikan ada tiga hal yang tidak boleh dipisahkan yaitu local wisdom, nasionalisme, dan religi. Jika salah satu hal ada yang terpisah, maka akan timbul permasalahan dan ketidakseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Separatisme akan terjadi jika agama tidak diimbangi dengan budaya. Primordialisme juga dapat terjadi jika budaya dipegang teguh tetapi tidak diimbangi dengan nasionalisme. Oleh karena itu, budaya, nasionalisme, dan religi harus diimplementasikan secara bersamaan dan tidak terpisahkan.
Narasumber kedua, Prof. Dr. Drs. Suwardi Endraswara, M.Hum. seorang dosen Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Budaya dan Seni UNY dengan materi Penguatan Pendidikan Karakter melalui Seni Karawitan. Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Karawitan. Karawitan berasal dari kata rawit yang berarti lembut. Karawitan akan selalu menjadikan orang berbudaya, menabuh tidak bisa sekeras-kerasnya dan tidak beraturan. Berpakaian saat nabuh gamelan juga harus sopan dan tidak boleh sembarangan. Dalam karawitan dikenal Catur Rawut Renggo, yaitu kinestetik, etik, estetik, logik. Kinestetik, yaitu olah raga merupakan cara menabuh gamelan yang harus prigel, termasuk keplok, gelengan kepala. Etik, artinya menabuh gamelan dalam karawitan yang memperhatikan pendidikan sopan santun. Estetik, artinya penguasaan olah vokal cakepan yang rampak, runtut, harmoni. Logik, artinya munasabah, contohnya gamelan yang di sebelah kanan diri kita itu lebih kecil, yang disebelah kiri lebih besar.
Srawung Budaya hari kedua dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 25 Juni 2022 menghadirkan narasumber yang tak kalah hebatnya, yaitu Bapak Budi Sutowiyoso, S.T. (Mbah Suto) dan Bapak Rendy Hendrajaya Suryono, S.Pd., Guru Bahasa Jawa SMA Negeri 2 Playen.
Mbah Suto menyampaikan materi Pembelajaran Ketoprak dalam Pembentukan Karakter Mulia. Ketoprak mengajarkan nilai benar dan salah yang diambil dari pementasan tersebut. Dalam ketoprak, orang-orang menyakini perbuatan baik akan menang melawan perbuatan yang salah. Ada tembung “Gusti Ora Sare”, apapun yang kita lakukan, yakinlah Tuhan Maha Melihat, maka berusaha berbuat baik dan tidak melenceng walaupun tidak dilihat orang lain. Ketoprak juga mengajarkan sikap kejujuran, kerja keras, dan berpasrah atau berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan akan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan kita inginkan.
Bapak Rendy Hendrajaya Suryono, S.Pd. menyampaikan Memetik Teladan dari Cerita Tokoh Pewayangan. Penokohan dalam cerita wayang yang berjiwa ksatriya dan bisa dijadikan teladan dalam kehidupan yaitu Raden Werkudara, Raden Gathutkaca, Raden Janaka/Arjuna, Raden Anoman, Raden Antarejo, Raden Antasena. Werkudara dan Gathutkaca merupakan tokoh teladan untuk banteng negara, kekuatan, serta pengorbanan. Tokoh wanita yang dapat dijadikan teladan yaitu Srikandi, yaitu orang yang rela berkorban demi negara.