Prof. Dr. Emil Salim, M.A., Ph.D. lahir di Lahat, Sumatra Selatan pada 8 Juni 1930. Putra dari Baay Salim dan Siti Syahzinan, dan merupakan keponakan dari salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yaitu Haji Agus Salim. Beliau merupakan seorang ahli ekonomi, cendekiawan, pengajar, dan politisi Indonesia. Beliau juga merupakan seorang tokoh lingkungan hidup Internasional.
Pada tahun 1994, beliau menyelesaikan jabatan sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kependudukan. Emil beserta koleganya seperti Koesnadi Hardjasoemantri, Ismid Hadad, Erna Witoelar, M.S. Kismadi, dan Nono Anwar Makarim mendirikan Yayasan Keanekaragaman Hayati (Yayasan KEHATI), sebuah organisasi non-pemerintah (bahasa Inggris: Non-Government Organisation) yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan.
Emil Salim merupakan salah seorang tokoh dengan pengabdian menjadi menteri dan beberapa jabatan lainnya yang paling lama. Beliau menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 10 April 2007 dan pada 25 Januari 2010 dilantik kembali untuk periode kedua sekaligus menjadi ketuanya. Sebelumnya ia beberapa kali menjabat sebagai menteri, antara lain Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara merangkap Wakil Kepala Bappenas (1971-1973), Menteri Perhubungan (Kabinet Pembangunan II 1973-1978), Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Kabinet Pembangunan III 1978-1983) dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Kabinet Pembangunan IV dan Kabinet Pembangunan V 1983-1993).
Emil Salim memiliki konstribusi penting dalam kancah dunia yaitu menyelenggarakan Dengar Pendapat (public hearing) yang pertama kali dilakukan oleh komisi dunia tadi. Beliau menyelenggarakan Dengar pendapat di Indonesia, dan kemudian pola tersebut dijadikan sebagai pola standar dari konsultasi publik dari WCED di beberapa tempat di belahan dunia lainnya. Sebagai ketua dari Konferensi Kementerian Lingkungan Hidup ASEAN ketiga di tahun 1987, beliau juga memprakarsai Program Lingkungan Hidup ASEAN III (the ASEAN Environmental Program III), yang merumuskan target-target, program-program dan rencana-rencana aksi yang harus dikerjakan oleh negara-negara ASEAN selama lima tahun dari tahun 1988.
Besarnya kontribusi beliau dalam pembangunan dunia diapresiasi masyarakat dunia dengan pemberian beberapa penghargaan internasional. Pada bulan Februari 2006, Emil Salim terpilih menjadi salah seorang penerima Zayed Prize di Dubai International Convention Centre, sebagai kategori Aksi yang Menghasilkan Dampak Positif bagi Masyarakat. Penghargaan lain beliau terima dari Yayasan Asahi Glass dari Jepang yang memberikan penghargaan Blue Planet Prize, sebuah penghargaan untuk mereka yang dianggap memiliki kontribusi besar terhadap lingkungan.
Beliau adalah tokoh lingkungan hidup internasional yang menerima penghargaan dari WWF (World Wide Fund) yang menganugerahkan penghargaan “The Leader for the Living Planet Award” kepada Prof. Dr. Emil Salim, atas dedikasi, kepemimpinan dan kontribusinya pada upaya pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia dan dunia